05 Persamaan dan perbedaan Penerjemahan Tulis dan Lisan (habis)

 

1.      Aspek Persyaratan Keahlian dan Kesulitan yang dihadapi.

Aspek berikutnya yang akan kita bahas berkaitan dengan keahlian penerjemah. Sependapat dengan Jean Mallot, Gile (1991:4) mengemukakan paling tidak ada empat persyaratan pengetahuan dan keterampilan teknis sebagai keahlian penerjemah (translation expertise) yang harus dimiliki penerjemah dan pengalih bahasa. Antara lain: (a) pengalih bahasa dan penerjemah harus memiliki pengetahuan bsa pasif yang baik dari bahasa yang mereka kerjakan, (b) pengalih bahasa dan penerjemah harus memiliki penguasaan Bsa yang baik, (c) pengalih bahasa dan penerjemah harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bidang teks atau pembicaraan yang diterjemahkan, dan (d) penerjemah (tulis & lisan) harus tahu bagaimana cara menterjemahkan. Dari persyaratan di atas kita melihat bahwa terdapat persamaan untuk menjadi penerjemah tulis dan lisan.

Sementara Machali (2000:11), ia menggunakan istilah perangkat untuk pengetahuan dan keterampilan penerjemah ini. Perangkat itu sendiri menurut Machali dibedakan menjadi perangkat intelektual dan perangkat praktis. Perangkat intelektual mencakup: (a) kemampuan yang baik dalam Bsu; (b) kemampuan yang baik dalam Bsa; (c) pengetahuan mengenai pokok masalah yang diterjemahkan; (d) penerapan pengetahuan yang dimiliki; dan (e) keterampilan. Sementara perangkat praktis berupa (a) kemampuan menggunakan sumber-sumber rujukan (kamus manual maupun elektronik, narasumber, dll); dan (b) kemampuan mengenali konteks suatu teks.

Sepintas terlihat persamaan pendapat antara Gile dan Machali, namun terdapat perbedaan dalam penggunaan istilah perangkat praktis yang disebutkan Machali di atas. Pada prakteknya penerjemahan lisan, penerjemah tidak memiliki kesempatan luas untuk menggunakan kamus atau bahan referensi lain pada saat penerjemahan berlangsung karena keterbatasan waktu (Gile, 1995:112; Nababan, 2003:116; Suryawinata & Hariyanto, 2003:25). Jadi pengalih bahasa (interpreter) harus mempelajarinya sebelum kegiatan penerjemahan/konferensi berlangsung (Gile, 1995:132).

Lebih lanjut, Suryawinata & Hariyanto (2003:27) merinci persyaratan penerjemah dan interpreter dengan lebih lengkap. Berikut kita bahas persamaan dan perbedaan persyaratan tersebut satu persatu. Pertama, memahami dan menguasai Bsu dan Bsa Ini merupakan kemampuan yang harus sama-sama dimiliki oleh penerjemah baik tulis maupun lisan karena ia tidak akan bisa menterjemahkan dengan tepat tanpa penguasaan Bsu dan Bsa. Kedua, mengenal budaya Bsu dan Bsa. Penguasaan Bsu tanpa pemahaman budayanya akan menghasilkan terjemahan yang salah kaprah karena bahasa tidak terlepas dari konteks dan budaya yang nantinya akan sangat membantu untuk menterjemahkan secara efektif dan dapat menyesuaikannya dengan budaya Bsa. Ketiga, menguasai topik atau masalah yang dibicarakan atau teks yang diterjemahkan. Bagi penerjemah tulis hal ini dapat juga dilakukan saat menterjemahkan, sementara penerjemah lisan harus mempelajari sebelum penerjemahan. Keempat, terkait bahan yang diterjemahkan, maka penerjemah tulis menguasai bahasa tulis tingkat reseptif, sementara penerjemah lisan menguasai bahasa lisan (listening) tingkat reseptif.

Berikutnya syarat kelima, terkait produknya, penerjemah tulis harus menguasai kemampuan menulis atau mengungkapkan gagasan dalam Bsa secara tertulis dengan baik (tingkat produktif). Syarat ini mutlak dikuasai penerjemah karena tulisan merupakan medianya dalam komunikasi. Sementara, penerjemah lisan, dituntut kemampuan untuk dapat mengungkapkan gagasan dalam Bsa langsung secara lisan/tingkat reseptif. Walaupun dalam kenyataannya bisa dengan cara membacakan konsep yang telah dibuat sebelumnya (in sight interpreter). Berarti dalam penerjemahan lisan dituntut keterampilan berbicara (rhetoric) yang baik dan suara yang jelas, hal tidak diperlukan dalam penerjemahan tulis.

Keenam, bagi pengalih bahasa harus terampil dalam membuat catatan secara bersamaan dan pada detik berikutnya mengungkap catatan tersebut dalam Bsa secara lisan. Seringkali hal ini berlangsung bersamaan. Syarat ini tidak dituntut dalam penerjemahan tulis. Syarat ketujuh, penerjemah tulis harus mampu menggunakan kamus dan bahan referensi lainnya secara efektif selama penerjemahan. Sementara dalam penerjemahan lisan, penerjemah harus mampu mengalihkan pesan dari pembicara dalam Bsu ke bahasa sasaran secara langsung tanpa menggunakan kamus atau referensi lainnya sesuai kondisi kerjanya. Hal ini karena penerjemahan lisan berjalan dalam waktu yang cepat bahkan terkadang bersamaan dengan pembicara sehingga tidak dimungkinkan penggunaan kamus atau referensi lainnya. Terakhir, penerjemah lisan harus memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara cepat dan langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Nababan (2003:116) pengalihbahasaan mempersyaratkan kemampuan yang sangat baik dalam memproses informasi secara cepat dan akurat dalam waktu yang sangat terbatas.

Selanjutnya, persyaratan lain yang juga membedakan penerjemahan lisan dan penerjemahan tulis menurut Nababan (2003:116) adalah pengalih bahasa disamping harus memiliki daya simak, tangkap, dan ingat serta reaksi yang baik, ia juga harus mampu dan jeli mengidentifikasikan makna yang tersirat dalam raut wajah, intonasi yang digunakan, gerak tangan dan tubuh pembicara. Jelas kemampuan ini tidak diperlukan penerjemah tulis. Terkait pembaca atau pendengar, Nababan (2003) menambahkan syarat yang harus sama-sama dipertimbangkan. Bagi penerjemahan tulis perlu dipertimbangkan siapa pembacanya, sementara dalam penerjemahan juga perlu dipertimbangkan siapa pendengarnya.

Tambahan, berbeda dengan Machali yang menggunakan istilah perangkat praktis, Suryawinata dan Hariyanto (2003:27) menggunakan istilah perkakas untuk istilah tersebut. Bagi pengalih bahasa perkakas yang digunakan berupa kertas, pensil, headphone dan mikrophone. Sementara penerjemah tulis memerlukan perkakas konvensional dan modern. Perkakas konvensional selain alat tulis meliputi: kamus, tesaurus, dan referensi lain seperti jurnal. Sementara perkakas jurnal berupa kamus elektronik, software komputer, internet.

Dari persyaratan di atas tergambar kesulitan yang lebih tinggi pada penerjemahan lisan. Hampir semua permasalahan yang dihadapi dalam penerjemahan tulis juga ditemui dalam penerjemahan lisan. Namun, banyak permasalahan penerjemahan lisan tidak ditemui dalam penerjemahan tulis, seperti aspek lingkungan saat penerjemahan, cara pengucapan atau aksen dari pembicara (Nababan, 2003).

 

 

 

2.      Jenis-jenis penerjemahan tulis dan lisan dan karakternya

Aspek berikutnya yang  membedakan penerjemahan tulis dan lisan adalah jenis penerjemahan itu sendiri. Walaupun banyak perbedaan mengenai jenis penerjemahan tulis yang diajukan para ahli, sebenarnya yang membedakan adalah prinsip dari penerjemahan itu sendiri (Rahmadie, 1988:1.24). Savory dalam Rahmadie (1988:1.2) paling sedikit ada 12 prinsip penerjemahan yang membedakan jenis penerjemahan. Sementara Nababan (2003:29) menyebutkan ada 4 faktor yang membedakan penerjemahan tulis, yaitu: (1) perbedaan sistem bahasa, (2) perbedaan jenis materi teks, (3) anggapan mengenai fungsi penerjemahan adalah alat komunikasi, dan (4) tujuan dalam menerjemahkan teks tersebut. Dari perbedaan prinsip atau faktor ini melahirkan beberapa jenis penerjemahan seperti: penerjemahan literal, penerjemahan kata-per-kata, penerjemahan setia, penerjemahan idiomatis, penerjemahan bebas, penerjemahan komunikatif, penerjemahan semantis, penerjemahan komunikatif-semantis. Selanjutnya jenis jenis penerjemahan  ini akan dibahas oleh kelompok berikutnya.

Sementara itu, penerjemahan lisan dibedakan berdasarkan cara pengalihbahasaannya dilakukan (Nababan, 2003:115). Namun terdapat perbedaan dari para ahli, misalnya Suryawinata dan Hariyanto (2003:26) mengemukakan hanya dua jenis yaitu konsekutif dan simultan. Sementara Kreiser dalam Nababan (2003:115) dan Hidayat dan Sutopo, (2006) mengemukakan empat jenis penerjemahan lisan. Namun dari jenis yang diajukan terdapat kesamaan. Untuk lebih lengkapnya keempat jenis penerjemahan lisan tersebut adalah: (1) sight interpretation, (2) consecutive interpretation, (3) simultaneous interpretation, dan (4) whispred interpretation. Berikut uraian singkatnya:

  1. Sight interpretation merupakan suatu kegiatan penerjemahan lisan yang di dalamnya penerjemah tidak mengalihkan pesan dari teks lisan (tuturan), tetapi mengalihkan pesan tertulis dalam Bsu dialihkan/diterjemah/dibaca dalam Bsa. Menurut Hidayat dan Sutopo (2006) penerjemahan seperti ini seolah olah pembicara ada tetapi nyatanya tidak ada. Jadi, yang dialihkan bukan suara speaker, melainkan pesan tertulis yang ada di dalam kertas.
  2. Consecutive interpretation merupakan suatu kegiatan penerjemahan lisan secara bergantian dalam konferensi atau pertemuan. Pelaksanaanya penerjemah duduk bersama peserta dalam satu ruangan, mencatat apa yang dikatakan pembicara. Kemudian penterjemah mengalihbahasakan pernyataan/ujaran tersebut dengan atau tanpa catatan pada setiap akhir ujaran pembicara (jeda). Proses penerjemahan dilakukan dengan cara bergantian, artinya penerjemah menjelaskan ulang setelah pembicara memberi jeda dalam penjelasannya. Jadi, urutan bicaranya adalah pembicara – penerjemah – pembicara – penerjemah, dan seterusnya.
  3. Simultaneous interpretation merupakan suatu kegiatan penerjemahan lisan simultan. Dalam penerjemahan ini penerjemah berada di ruang khusus (booth) yang bersembunyi di balik kaca hitam terpisah dengan peserta konferensi. Biasanya dalam penerjemahan lisan simultan peserta memakai head set atau alat dengan yang ditempel di telinganya. Pembicara dan penerjemah berbicara bersama-sama dalam bahasa yang berbeda. Bilamana peserta tidak ingin mendengarkan bahasa sasaran, mereka bisa melepas head set yang dipakainya. Peserta dapat memilih bahasa sasaran dengan menekan tombol saluran bahasa yang diinginkan melalui head set. Suara yang didengar itu suara interpreter bukan suara speaker.
  4. Whispered interpretation merupakan suatu kegiatan penerjemahan lisan secara berbisik. Penerjemah yang di dalamnya antara interpreter dan speaker berada bersama-sama dalam satu ruangan. Tempat duduk antara interpreter dan speaker tidak jauh. Penerjemah dan speaker duduk berdampingan. Proses penerjemahan ini dilakukan dengan cara membisikkan informasi kepada pendengarnya. Gaya bicara antara speaker dan interpreter bisa bergantian maupun bersama-sama. Tetapi penerjemah hanya boleh berbisik-bisik dilarang berbicara keras.

 

C. Penutup

Berdasarkan diskusi dan pembahasan di atas dapat dibuat beberapa simpulan. Pertama persamaan antara penerjemahan tulis dan lisan dapat dilihat dari aspek fungsi yaitu sama-sama sebagai alat komunikasi. Namun, di sini terdapat perbedaan pada aspek media yang digunakan berdasarkan produk yang dihasilkan. Dari aspek situasi cara kerja dan situasi kerja sangat berbeda sehingga juga menuntut keahlian yang berbeda dari penerjemah tulis dan lisan. Oleh sebab itu, seorang penerjemah tulis tidak otomatis mampu melakukan penerjemahan lisan. Terakhir penerjemahan tulis dan lisan juga berbeda jenisnya. Perbedaan ini muncul akibat cara kerja (pada penerjemahan lisan) sementara pada penerjemahan lisan karena perbedaan prinsip faktor tujuan, materi, fungsi dan sistem bahasanya sendiri.

 

 

 

Daftar Pustaka

Bell, Roger T. 1991. Translation and Translating: Theory and Practice. London: Longman

Gile, Daniel. 1995. Basic Concept and Models for Interpreter and Translator Training. Amsterdam: John Benjamin Publishing Company

Hidayat, Nur dan Anam Sutopo. 2006. “Peranan interpreter dalam pengembangan usaha ekspor industri rotan”. Dalam Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 7, No. 2, hal: 152-166

Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nababan, M.R. 2003. Teori Menerjemah Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Newmark, Peter. 1981. Approaches to Translation. Oxford: Pergamon Press.

Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. London: Prentice Hall.

Rachmadie, Sabrony., Zuchridin Suryawinata, Ahmad Effendi. 1988. Materi Pokok Translation. Jakarta: Karunika Universitas Terbuka.

Shi, Aiwei. 2004. Accomodation in Translation, Article in Translation Journal Volume 8, No. 3 July 2004.

URL: http://accurapid.com/journal/29accom.htm. diambil tanggal 4 September 2008 pukul 08.43 WIB

Suryawinata, Zuchridin dan Sugeng Hariyanto. 2003. Translation (Bahasan Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan). Yogyakarta: Kanisius.

13 thoughts on “05 Persamaan dan perbedaan Penerjemahan Tulis dan Lisan (habis)”

  1. Salam kenal

    Ini blog yang bagus. Keep on writing.
    Saya Sugeng Hariyanto, salah seorang penulis Suryawinata, Zuchridin dan Sugeng Hariyanto. 2003. Translation (Bahasan Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan). Yogyakarta: Kanisius.

    Salam,
    Sugeng

  2. Salam kenal kembali,
    Terima kasih Pak Sugeng, senang dapat berkenalan dengan Bapak. Tapi tulisan di atas masih banyak kekurangannya, mohon saran dan kritiknya.
    Saat ini saya baru melanjutkan studi dalam bidang penerjemahan semoga dapat belajar banyak dari Bapak juga. Terima kasih

    Salam,
    Havid Ardi

  3. salam kenal juga dari cowo banyumas yang sering konsultasi dengan pak dosen. ayo semangat pak! kapan seminar?

  4. aslm…
    sya arny.. slam kenal semua..
    bapak yang buat blog.. saya senang bisa menemukan blog ini.
    karena saya memang sedang dalam proses membuat skripsi tentang translation.
    saya sedang bingun cari referensi pak..
    bukunya susah susah di cari. mohon petunjuk dri semua.. trimakasih….

    dwi arny.
    student of Semarang State university ( UNNES )
    english departement.
    thank….

  5. saya sedang mengerjakan tugas kuliah berkenaan dg penerjemah, artikel ini sangad membantu saya…terimakasih 🙂

  6. artikel ini sangat informative, pak. sebagai tambahan atau usulan, mungkin bapak juga bisa membuat tulisan mengenai peluang kerja bagi seseorang yang ingin menjadi penerjemah, sehingga orang tidak ragu-ragu lagi untuk fokus dalam bidang terjemahan dan hasil terjemahan tersebut juga akan lebih bermutu.

  7. makasi atas artkelnya kak… info materi.nya sangat saya butuhkan dalam tugas kuliah…. jdi saya minta izin untuk menggunakannya dalam tugas kuliah 😀

  8. tulisan yg bagus mas havid…sangat membantu dalam ilmu pengetahuan bahasa..kebetulan disiplin ilmu sy bahasa Arab…sukses selalu…

  9. makasih atas artikelnya kak.. tulisan anda membantu saya mengerjakan tugas kuliah mengenai intrepreter dan translator. terima kasih atas tulisannya. kalo blh tnya kak, ada penggunaan kata Bsa dan Bsu itu apa ya kak? trims

  10. oh tidak jadi kak. udah baca yg satunya. hehe..
    artikelnya bagus. sya izin mengutip dan mencantumkan blog kakak pastinya.
    sukses selalu. ずっと書きなさい。
    ありがとうございました。

    salam,
    kharisma
    mahasiswa UNESA

Leave a comment

sharing, motivating, learning